BIOGRAFI
Karier Politik
1. Anggota
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonsia (Bandung), (1965)
2. Anggota
DPR-RI, (1993)
3. Anggota
Fraksi PDI Komisi IV
4. Ketua
DPC PDI Jakarta Pusat, Anggota FPDI DPR-RI, (1987-1997)
5. KetuaUmum
PDI versi
6. MunasKemang
(1993-sekarang) PDI yang dipimpinnya berganti nama menjadi PDI Perjuangan pada
1999 sekarang
7. Wakil Presiden
RI, (Oktober 1999-23 Juli 2001)
8. Presiden
RI ke-5, (23 Juli 2001-2004)
Perjalanan pendidikan
1. SD
Perguruan Cikini Jakarta, (1954-1959)
2. SLTP
Perguruan Cikini Jakarta, (1960-1962)
3. SLTA
Perguruan Cikini Jakarta, (1963-1965)
4. Fakultas
Pertanian UNPAD Bandung (1965-1967), (tidakselesai)
5. Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia (1970-1972), (tidakselesai).
I.II KEBIJAKAN
Sebagai presiden pertama
wanita di Indonesia, ia merupakan presiden pertama peletak dasar ke arah
kehidupan demokrasi. Pembaharuan yang dilakukan sebagian besar di bidang
ekonomi dan politik, sebab pada pemerintahannya, masalah yang dihadapi
kebanyakan merupakan warisan pemerintahan Orde Baru yaitu masalah krisis
ekonomi dan penegakan hukum.
Ada beberapa perubahan yang
dilakukan Megawati yaitu :
1. Bidang
Ekonomi
Untuk mengatasi masalah ekonomi yang
tidak stabil, ada beberapa kebijakan yang dikeluarkan Megawati yaitu :
a)
Untuk mengatasi utang luar negeri
sebesar 150,80 milyar US$ yang merupakan warisan Orde baru, dikeluarkan
kebijakan yang berupa penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar,
sehingga hutang luar negeri dapat berkurang US$ 34,66 milyar.
b)
Untuk mengatasi krisis moneter,
Megawati berhasil menaikkan pendapatan per kapita sebesar US$ 930. Kurs mata
uang rupiah dapat diturunkan menjadi Rp 8.500,00.
c)
Untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan menekan nilai inflasi, dikeluarkan kebijakan yang berupa
privatisasi terhadap BUMN dengan melakukan penjualan saham Indosat sehingga
hutang luar negeri dapat berkurang.
d)
Memperbaiki kinerja ekspor, sehingga
ekspor di Indonesia dapat ditingkatkan.
e)
Untuk mengatasi korupsi, dibentuk
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
f)
Memutuskan
hubungan dengan IMF.
g)
Melakukan
restrukturisasi dan reformasi sector keuangan dengan melakukan pembaharuan
ketentuan perundang-undangan.
h)
Meningkatkan
pendapatan melalui pajak, cukai, dan kepabeanan
i)
Menciptakan
situasi kondusif bagi investor.
j)
Meningkatkan
kegiatan ekspor.
k)
Mendorong
kemajuan usaha kecil dan menengah.
l)
Kerjasama
ekonomi dan politik juga dilakukan diluar blok AS dan sekutunya, seperti
kerjasama pembelian pesawat sukhoi dengan Rusia dan kerjasama perdagangan
dengan China
2. Kebijakan Dalam Bidang Politik
Banyak sekali kebijakan – kebijakan dalam bidang politik yang diberikan
Megawati Soekarno Putri pada masa pemerintahannya, kebijakan – kebijakan itu ialah
a.
Mengadakan pemilu yang bersifat
demokratis yang dilaksanakan tahun 2004 dan melalui dua periode yaitu :
a)
Periode pertama untuk memilih anggota legislatif secara langsung.
b)
Periode kedua untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung.
Pemilu tahun 2004 merupakan pemilu pertama yang dilaksanakan secara langsung
artinya rakyat langsung memilih pilihannya.
b.
Pemerintahan Megawati berakhir
setelah hasil pemilu 2004 menempatkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan
Jusuf Kalla sebagai pemenang. Hal ini merupakan babak baru pemerintahan di
Indonesia dimana Presiden dan Wakil Presiden terpilih dipilih langsung oleh
rakyat.
c.
Memelihara
dan menetapkan stabilitas Nasional.
d. Menjaga keutuhan NKRI
e. Membangun tatanan politik baru,
dalam hal ini usaha yang dilakukan dengan mengeluarkan undang - undang baru yakni
:
1. UU No. 12 Tahun 2003 tentang pemilihan umum
2. UU No. 22 Tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan DPR/MPR
3. UU No. 23 Tahun 2003 tentang pemilihan presiden dan wakil presiden
f. Mendukung dana, tenaga, dan sumberdaya
lain untuk suksesnya penerapan UU
tersebut. Dari segi yang lain, PNS dan TNI diharuskan netral dari politik
g. Melanjutkan amandemen UUD
1945
h. Meluruskan otonomi daerah
I.III Pelaksanaan Pancasila Pada Era Reformasi
Seperti
juga Orde Baru yang muncul dari koreksi terhadap Orde Lama, kini Orde
Reformasi, jika boleh dikatakan demikian, merupakan orde yang juga berupaya
mengoreksi penyelewengan yang dilakukan oleh Orde Baru. Hak-hak rakyat mulai
dikembangkan dalam tataran elit maupun dalam tataran rakyat bawah. Rakyat bebas
untuk berserikat dan berkumpul dengan mendirikan partai politik, LSM, dan
lain-lain. Penegakan hukum sudah mulai lebih baik daripada masa Orba. Namun,
sangat disayangkan para elit politik yang mengendalikan pemerintahan dan
kebijakan kurang konsisten dalam penegakan hukum. Dalam bidang sosial budaya,
disatu sisi kebebasan berbicara, bersikap, dan bertindak amat memacu
kreativitas masyarakat. Namun, di sisi lain justru menimbulkan semangat
primordialisme. Benturan antar suku, antar umat beragama, antar kelompok, dan
antar daerah terjadi dimana-mana. Kriminalitas meningkat dan pengerahan masa menjadi
cara untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang berpotensi tindakan kekerasan.
Orde Reformasi yang baru berjalan beberapa tahun telah memiliki empat
Presiden. Pergantian presiden sebelum waktunya karena berbagai masalah. Pada
era Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarno Putri, Pancasila secara
formal tetap dianggap sebagai dasar dan ideologi negara, tapi hanya sebatas
pada retorika pernyataan politik. Ditambah lagi arus globalisasi dan arus
demokratisasi sedemikian kerasnya, sehingga aktivis-aktivis prodemokrasi tidak
tertarik merespons ajakan dari siapapun yang berusaha mengutamakan pentingnya
Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara.
Ideologi negara yang seharusnya menjadi acuan dan landasan seluruh elemen
bangsa Indonesia khususnya para negarawan dan para politisi serta pelaku
ekonomi dalam berpartisipasi membangun negara, justru menjadi kabur dan
terpinggirkan. Hasilnya NKRI mendapat tantangan yang berat. Timor-Timur yang
telah lama bergabung dalam NKRI melalui perjuangan dan pengorbanan lepas dengan
sekejap pada masa reformasi tersebut. Daerah-daerah lain juga mengancam akan
berdiri sendiri bila tuntutannya tidak dipenuhi oleh pemerintah pusat. Tidak
segan-segan, sebagian masyarakat menerima aliran dana asing dan rela
mengorbankan kepentingan bangsanya sebagai imbalan dolar.
Dalam bahasa
intelijen kita mengalami apa yang dikenal dengan ”subversi asing”, yakni kita
saling menghancurkan negara sendiri karena campur tangan secara halus pihak
asing. Di dalam pendidikan formal, Pancasila tidak lagi diajarkan sebagai
pelajaran wajib sehingga nilai-nilai Pancasila pada masyarakat melemah.
1. Mendirikan
Lembaga pemberantas korupsi KPK pada tahun 2003, karena Megawati Soekarnoputri
melihat institusi Jaksa & Polri saat itu terlalu kotor, sehingga untuk
menangkap koruptor dinilai tak mampu, namun jaksa dan Polri sulit dibubarkan,
sehingga dibentuk lah KPK.
2. Menghentikan
aktivitas pertambangan Freeport di Papua karena dianggap melanggar aturan
Internasional tentang AMDAL (dampak lingkungan). Lantas anehnya kemudian
aktivitas Freeport dibuka kembali di masa rezim SBY-JK.
3. Menghentikan
kontrak pertambangan minyak Caltex di Blok Natuna Kepri. Anehnya, kemudian
kontrak Natuna disambung kembali oleh SBY-JK diberikan kepada ExxonMobile.
4. Menghentikan kontrak pertambangan Migas Caltex di
Riau daratan. Anehnya, kemudian kontrak migas Riau disambung kembali oleh
SBY-JK dan diberikan kepada Chevron.
5. Membubarkan
BUMN terkorup pada masa itu yaitu Indosat karena merugikan negara puluhan
Trilyun & banyak praktek ilegal di Indosat. Asset dari pembubaran BUMN
korup Indosat kemudian dipakai untuk membayar hutang negara yang saat itu jatuh
tempo. Kemudian sebagai ganti Indosat dibuat lembaga yang lain yaitu Satelindo.
6. Menangkap 17
jenderal korup (termasuk jenderal ketua PBSI) yang dicokok langsung saat Thomas
Cup di Singapura, dan menangkap Ketua Partai Golkar Akbar Tanjung yang terlibat
korupsi dana JPS senilai Rp40 milyar. Dampaknya, pada pemilu berikutnya
Megawati dijegal Black Campaign buatan Golkar sebagai balas dendam dari para
jenderal & partai Golkar.
7. Megawati membawa Indonesia berhasil keluar dari IMF
pada tahun 2003 yang menandakan Indonesia sudah keluar dari krisis 1998 dan
Indonesia yang lebih mandiri. Berani menghentikan hutang baru. (Zero hutang /
tidak meminjam selama kepemimpinannya).
8. Menangkap 21 pengemplang BLBI antara lain : David
Nusa Wijaya, Hendrawan, Atang Latief, Uung Bursa, Prayogo Pangestu, Syamsul
Nursalim, Hendra Rahardja, Sudwikatmono, Abdul Latief, dsb… (BLBI dikucurkan
oleh Suharto tahun 1996 sebesar 600 Trilyun). Namun dalam masa rezim SBY-JK,
para pengemplang BLBI tersebut diundang ke istana oleh SBY-JK tahun 2007 dengan
istilah “gelar karpet merah” undangan jauman makan. Dan lepaslah para
pengemplang yang merugikan negara tersebut.
9. Mega mengeluarkan Keppres no 34 Tahun 2004 tentang
penertiban bisnis TNI. Dimana aparat TNI sering dipakai untuk memback-up ilegal
logging & kejahatan lainnya ditindak tegas dengan pemecatan ditambah
kurungan penjara.
10. Mendirikan Akademi Intelijen yang pertama di
Indonesia.
11. Melakukan pembangunan infrastruktur yang vital
setelah pembangunan berhenti sejak 1998. Diantaranya Tol Cipularang
(Cikampek-Bandung) sekaligus dalam rangka peringatan KAA, Jembatan Surabaya
Madura (Suramadu), Tol Cikunir, Rel ganda kereta api. Dimulainya membenahi
sistem transportasi dengan Busway di Jakarta. (selanjutnya Jembatan Suramadu
rampung pembangunannya setelah Mega selesai menjabat).
12. Mengembalikan proporsi pendapatan Gas Arun
sebagian besar kepada rakyat Aceh dengan status daerah Otonomi Khusus dan
menangkap petinggi GAM dan anggota GAM yang bersenjata dan yang sering
melakukan pembakaran dan penarikan pajak tidak sah, dengan melibatkan wartawan
dan jurnalis untuk pengecekan pelanggaran HAM. Berhasil membebaskan turis yang
disandera GAM. Sepertinya ibu Megawati sudah lama memikirkan Aceh, dan pidato
Ibu Presiden Cut Nyak Megawati di Aceh menggelegar di siang bolong membangunkan
dan memberikan harapan bagi rakyat Aceh.
Namun pada sisi lain, banyak juga hal yang gagal
dicapai Megawati dalam masa pemerintahannya. Salah satu hal yang paling
mencolok dalam pemerintahan Megawati Soekarnoputri adalah tentang maraknya
privatisasi BUMN. Kebijakan privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) secara
umum dapat diartikan bahwa kepemilikan BUMN oleh negara dihilangkan atau paling
tidak diminimalisir karena kepemilikan atau pengelolaan berpindah ke tangan
swasta. Kepemilikan publik berubah menjadi kepemilikan privat. Hal ini dapat
dikatakan menyimpang karena pada dasarnya BUMN adalah salah satu sarana
pemasukan kepada Negara yang harus dipertimbangkan dengan seksama.
Penyimpangan ini terjadi misalnya dalam kebijakan
privatisasi PT. Semen Gresik dan PT Indosat. Privatisasi juga banyak dikecam
karena dipandang merugikan negara triliunan rupiah akibat harga jualnya yang
terlalu murah. Keputusan pemerintah pada waktu itu untuk menjual PT Semen
Gresik dan PT Indosat sebagai cara cepat untuk mendapatkan dana segar guna
menutupi defisit APBN cenderung tidak menunjukkan langkah strategis ke depan
yang ingin dicapai pemerintah dalam konteks perencanaan pembangunan, khususnya
di sektor industri. Privatisasi tersebut juga sangat elitis dan tidak melibatkan
partisipasi masyarakat luas dalam hal kepemilikan saham.
Banyak kalangan menilai pemerintahan Megawati gagal,
walaupun Megawati berpendapat bahwa Ia hanya meneruskan pemerintahan
Abdurrahman Wahid sehingga tidak optimal. Kegagalan itu dapat dilihat dari
aksi-aksi mahasiswa yang mengkritisi pemerintahan Megawati saat itu menunjukkan
eskalasi. Protes mahasiswa menyangkut prakti KKN yang diindikasikan semakin
marak, privatisasi BUMN yang semakin intensif, penanganan BLBI yang terkesan
kian longgar, serta harga-harga barang yang terus membumbung. Hal ini juga
terkait dengan kebijakan pemerintah yang menaikan harga BBM dan kemudian
disusul kenaikan TDL dan telepon sehingga kehidupan, khususnya kaum bawah
menjadi susah.
Masalah-masalah lainnya bisa dijelaskan sebagai
berikut :
a)
Kinerja megawati dalam memimpin
pemerintahan (2001-2004) memang tidak bisa membuktikan kepada publik bahwa ia
memiliki kesamaan kapasitas dengan gaya kepemimpinan bung Karno.
b)
Kekecewaan simpatisan partai dari
kalangan wong cilik terhadap anggota-anggota parlemen yang tidak mengesankan
layaknya wakil rakyat.
c)
Buntut kasus pengesahan pelantikan
kepala daerah. Contohnya aksi pemecatan terhadap kader PDI perjuangan di
sumatera selatan dan riau akibat sinyalemen pembelotan dan menerima suap dalam
pemilihan gubernur, dan dilanjutkan dengan sikap megawati yang enggan melantik
gubernur terpilih. Sebutlah selama tiga bulan Gubernur sumsel yang terpilih
pada 4 Agustus 2003 tidak dilantik, dan baru dilantik pada 7 Oktober 2003.
d)
Kecenderungan megawati tidak
merestui gubernur terpilih bila di luar kehendak pimpinan PDI Perjuangan
Jakarta. Atau yang paling anyar adalah peristiwa kekerasan massal di tegal
sebagai buntut kekecewaan kader PDI Perjuangan atas kekalahan di dalam
pemilihan kepada daerah pada 19 Januari 2004.
e)
Sifat megawati yang pendiam dalam
memimpin pemerintahan sebenarnya jelas-jelas ridak relevan lagi untuk
dipertahankan. Dan dalam pemilihan presiden yang kedua hendaknya megawati tidak
lagi mengulangi sikap di tahun 1999.
f)
Penyalahgunaan kekuasaan dan korup.
Ini karena maraknya praktek penyalahgunaan kekuasaan dan perilaku korup di
dalam tubuh birokrasi pemerintah. Fakta ini bukan sekadar tudingan, karena
berbagai laporan resmi dari institusi pengawasan keuangan dan lembaga-lembaga
internasional seing mengemukakan indikasi kuat bahwa negeri ini masih merupakan
negara terkorup.
g)
Diskriminatif dan “Vested Interest”,
dua hal yang sebenarnya paling diharamkan dlaam usaha mewujudkan good
governance. Praktis apa yang terjadi pada saat ini adalah berkembangnya
fenomena building block bagi kepentingan partai-partai politik di dalam
birokrasi pemerintah. Gejalanya pun sudah nampak ke permukaan. Misalnya dengan
memanfaatkan kedudukan di birokrasi, ada kecenderungan di kalangan birokrat
yang juga politisi partai tertentu itu untuk memberikan keuntungan kepada
partai politik secara illegal.
h)
Mengeluh dan menyalahkan masa lalu.
Megawati kerap kali melontarkan keluhan, menuding dan mengemukakan apologi sebagai kesalahan
masa lalu ketika situasi ekonomi, politik dan keamanan belum menunjukkan
perbaikan. Keluhan dan apologi itu seolah-olah sudah menjadi “senjatanya” di
dalam menghadapi tahapan kritik dari publik.